PKH, BLT dan Bedah Rumah Acap Kali Diklaim Di Daerah, Pengamat : Harusnya Memiliki Lebih Banyak Karya Sendiri -->
Sabtu, 5 Juli 2025

 


Translate


PKH, BLT dan Bedah Rumah Acap Kali Diklaim Di Daerah, Pengamat : Harusnya Memiliki Lebih Banyak Karya Sendiri

Selasa, 27 Oktober 2020


Pengamat ekonomi asal Sultra, Syamsul Anam Ilahi (Foto Istimewa). 

Reporter : Awal Muna

Muna (Sultra), Mitrabuser.com, - Fenomena klaim program bantuan pemerintah pusat oleh calon bupati petahana yang maju kembali dalam pilkada seperti program keluarga harapan (PKH), bantuan langsung tunai (BLT), dan bedah rumah kerap terjadi apalagi pada situasi politik menghadapi pilkada serentak 2020. 

Hal itu bisa saja dilakukan jika bupati maju kembali sebagai calon bupati petahana untuk bertarung kembali pada periode selanjutnya. Saat ini, intimidasi dan ancaman kepada warga penerima manfaat bantuan pemerintah pusat seperti PKH, BLT, dan bedah rumah yang dilakukan oknum-oknum tertentu mulai mencuat kepermukaan.

Warga penerima manfaat ditakut-takuti jika tidak mendukung calon yang seakan-akan memberikan bantuan itu maka warga tersebut akan dihapus dari program bantuan itu. Padahal program itu adalah program nasional yang dicanangkan oleh pemerintah bagi masyarakat kurang mampu jika dilihat dari sisi ekonominya. 

Pengamat ekonomi asal Sultra, Syamsul Anam Ilahi menyatakan fokus pemerintah pada setiap tingkatan adalah kesejahteraan warga. 

Menurutnya, dengan model pemerintahan yang terdesentralisir secara fiskal, administrasi dan ekonomi seperti saat ini maka prakarsa dan inisiatif pemerintah pada tiap tingkatan menjadi kunci untuk meraih kesejahteraan warga.
"Pemerintah pusat dan pemerintah daerah selalu memiliki area dimana fokus mereka bertemu, urusan ini kemudian dikenal dengan urusan kongruen," kata Syamsul Anam, Selasa, 27 Oktober 2020.

Dengan demikian lanjut Utu sapaan akrabnya, akan sangat mudah bagi warga membaca dan memilah agenda kerja tiap-tiap tingkatan pemerintahan.

"Pemerintah daerah (bupati,red) harusnya memiliki lebih banyak karya sendiri yang bisa mereka klaim, mengingat mereka nyaris tak berjarak dengan realitas keseharian warga mereka," jelasnya. 

Lebih lanjut Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) UMK Kendari ini menambahkan sederhana saja untuk mengukur kinerja kepemimpinan lokal, sehingga warga dapat menjejaki pikiran, rencana dan realisasi rencana yg lazimnya terangkum dalam beberapa dokumen kunci seperti RPJMD dan LKPD.

"Harusnya pemimpin didaerah dapat memilih beberapa program kunci dan unggulan mereka sendiri yang kemudian diklaim sendiri sebagai legacy mereka. Periode kerja seorang pemimpin didaerah relatif panjang (5 tahun), saya yakin tiap pemerintahan pasti punya legacy. Tinggal masyarakat yang menilai, " tutupnya.

Loading