GOWA, Mitrabuser.com, Tiga usaha kuliner berskala besarβMie Gacoan, Cang Kuning, dan Richeese Factoryβresmi ditutup sementara oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Gowa, menyusul hasil advokasi panjang yang dilakukan oleh Federasi Rakyat Anti Korupsi Sulawesi Selatan (FRAKSI SULSEL). Ketiga gerai tersebut dinyatakan melanggar regulasi karena tidak memiliki Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) dan Sertifikat Laik Fungsi (SLF), sebagaimana diatur dalam Perda No. 6 Tahun 2022 dan PP No. 16 Tahun 2021.
Langkah tegas ini merupakan puncak dari lima jilid advokasi yang dilakukan FRAKSI SULSEL sejak awal Mei 2025, meliputi:
-
Penggalian fakta dan bukti lapangan;
-
Pernyataan sikap resmi kepada Pemkab Gowa;
-
Tuntutan teguran dan penyegelan;
-
Aksi publik dan mobilisasi massa;
-
Desakan transparansi serta evaluasi terhadap oknum pemerintah.
βIni bukan sekadar pelanggaran administratif, tetapi bentuk arogansi korporasi besar yang merasa kebal terhadap hukum daerah. Kami tidak akan membiarkan ini berlangsung terus-menerus,β tegas Juru Bicara FRAKSI SULSEL dalam konferensi pers, Senin pagi (16/6/2025).
Dalam proses advokasi, Mie Gacoan dilaporkan tidak memenuhi undangan klarifikasi oleh DPRD Gowa, sementara Cang Kuning tetap melanjutkan operasionalnya meskipun telah menerima surat teguran. Hanya Richeese Factory yang merespons secara formal, namun dokumen yang disampaikan dinyatakan tidak memenuhi syarat legalitas.
βPenyegelan ini bukan akhir perjuangan, melainkan awal dari upaya pembenahan sistemik. FRAKSI SULSEL akan terus mengawal agar tidak ada pembiaran atau kompromi terhadap hukum,β lanjut pernyataan mereka.
FRAKSI SULSEL juga menyerukan kepada Pemerintah Kabupaten Gowa untuk melanjutkan tindakan dengan audit menyeluruh terhadap seluruh bangunan komersial besar yang belum mengantongi izin lengkap. Ketua Umum FRAKSI SULSEL, Fajar Nur, menyampaikan ultimatum:
βJika dalam tiga hari ke depan tidak ada langkah lanjut yang tegas atau muncul indikasi pembiaran, kami pastikan akan kembali turun ke lapangan.β
Penyegelan ini menjadi preseden penting bahwa keberpihakan pada supremasi hukum daerah dan tekanan masyarakat sipil yang terorganisir mampu mendorong perubahan nyata di ruang publik dan tata kelola pemerintahan daerah.
(AJS)