Soppeng, Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Soppeng telah selesai, suara rakyat telah ditetapkan, namun bukan berarti semua persoalan politik ikut usai.
Dibalik kemenangan dan kekalahan yang ada, tersimpan benang kusut berupa luka politik, polarisasi sosial, dan janji-janji kampanye yang kini menunggu realisasi.
Situasi ini menuntut perhatian serius dari semua pihak agar demokrasi lokal dapat terus berkembang secara sehat.
Selepas hari pencoblosan, ketegangan politik di Soppeng masih terasa. Kemenangan euforia belum sepenuhnya meredam kekecewaan dari kubu yang kalah, bahkan memunculkan antar pendukung masih terjadi hingga ke ranah keluarga dan pertemanan.
“Pilkada bukan hanya soal menang-kalah, tapi bagaimana kita membangun kembali ruang dialog, menyembuhkan luka sosial, dan memastikan semua pihak kembali duduk bersama,” ujar salah satu pengamat politik lokal.
Selain dampak sosial, sejumlah isu teknis juga masih menjadi perhatian,"
Menghadapi situasi tersebut, beberapa pihak mendorong pembentukan tim rekonsiliasi non-formal yang bertujuan merangkul simpatisan dari berbagai kubu dan membantu konflik horizontal yang berpotensi membantu kondisi sosial.
Di sisi lain, masyarakat kini menantikan tindakan nyata dari para pemimpin terpilih. Harapan besar terletak pada janji kampanye yang harus segera direalisasikan, mulai dari pembangunan infrastruktur, peningkatan pelayanan publik, hingga keberpihakan pada ekonomi rakyat kecil.
Benang kusut Pilkada harus segera diurai dan tidak diperkeruh. Demokrasi sejatinya adalah pesta kedewasaan politik yang mampu menyatukan perbedaan dan memajukan kesejahteraan bersama, bukan arena permusuhan yang berkepanjangan.
Soppeng adalah sebuah kabupaten yang kaya akan budaya dan potensi lokal, dengan komitmen kuat untuk mengembangkan demokrasi yang sehat dan inklusif demi kesejahteraan seluruh masyarakatnya.
Kini saatnya seluruh elemen masyarakat, mulai dari elite politik, tokoh agama, hingga pemuda, berani melangkah bersama demi Soppeng yang damai dan sejahtera.
(Red)