Aceh Timur, Mitrabuser.com,- Pada suatu pagi yang cerah di Aceh Timur, di pusat Kota Idi Rayeuk, suasana jalanan tampak penuh kesibukan. Namun, meskipun banyak kendaraan berlalu-lalang, ada yang tak bisa disembunyikan adalah kerusakan pada jalan yang menjadi urat nadi kota. Jalanan yang seharusnya nyaman untuk dilalui, justru tampak seperti kubangan kerbau. Ruas jalan Cut Mutia dan Iskandar Muda sudah lama rusak. Lubang-lubang besar menganga di sana sini, jalan bergelombang, dan retakan yang menyebar luas seakan menunggu korban.
Pengendara kendaraan, baik motor maupun mobil, harus berhati-hati saat melintasi jalan ini. Setiap guncangan bisa menjadi pertanda bahwa kondisi jalan semakin memburuk. Tak sedikit dari mereka yang khawatir akan keselamatan diri, terutama saat melewati titik-titik yang berlubang cukup dalam.
Keanehan mulai terasa begitu kerusakan itu terus dibiarkan. Sudah bertahun-tahun lamanya kerusakan pada jalanan tersebut tanpa ada perhatian dari pihak terkait. Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUPR) sebagai instansi yang seharusnya menangani kondisi tersebut tampaknya kurang bergerak cepat untuk mengatasi masalah ini.
Dedi, seorang pemerhati sosial, yang telah lama mengikuti perkembangan daerah ini, merasa tergerak untuk berbicara. Bersama Hendrika Saputra, ketua Jajaran Wartawan Indonesia (JWI) Aceh Timur, mereka mendatangi berbagai pihak untuk menyuarakan apa yang dirasakan banyak warga. Kota Idi Rayeuk yang menjadi pusat pemerintahan, di mata Dedi, harusnya menjadi cermin bagi seluruh kabupaten. Kerusakan jalan yang ada bukan hanya soal fisik, tetapi soal citra kota itu sendiri.
“Di mana wajah kota kita jika jalan yang berfungsi sebagai penghubung antar warga rusak begitu parah? Bagaimana kita bisa merasa bangga jika pengunjung yang datang disambut dengan jalan yang penuh lubang?” ungkap Dedi dengan nada serius.
Dedi dan Hendrika sepakat bahwa penanganan sementara harus segera dilakukan. Meskipun langkah permanen membutuhkan waktu, setidaknya tambal sulam di beberapa titik yang rusak bisa mengurangi risiko kecelakaan. Mereka juga berharap ada perhatian lebih dari Dinas PUPR agar ruas jalan yang rusak ini segera diperbaiki.
Bukan hanya ruas jalan kabupaten yang tampaknya terlupakan, tetapi juga jalan nasional yang menghubungkan berbagai daerah. Tak sedikit laporan yang datang mengenai kondisi jalan yang semakin memprihatinkan. Di belakang terminal Idi, depan kantor jaksa, dan simpang empat, masalah serupa juga muncul. Jalanan yang seharusnya aman untuk dilalui, kini penuh dengan kerusakan yang membuat pengendara harus ekstra berhati-hati.
Hendrika juga mencatat titik-titik jalan rusak lainnya yang harus segera mendapat perhatian. Jalan depan Telkom dan jalan menuju pasar ikan Idi menjadi beberapa contoh ruas jalan yang kini membutuhkan perbaikan. “Kota Idi Rayeuk adalah ikon kita, masyarakat Aceh Timur. Jika kita tidak mampu menjaga dan memperbaiki jalan-jalan ini, apa yang bisa kita banggakan?” ucap Hendrika penuh semangat.
Dengan suara bulat, keduanya meminta kepada Bapak PJ Bupati Aceh Timur, Amrullah Ridha, untuk turun tangan langsung. Pemerintah daerah, melalui dinas terkait, harus segera merespon masalah jalan yang sudah berlangsung lama ini. Perbaikan ini bukan hanya soal fisik jalan, tetapi juga soal menjaga citra daerah dan keselamatan warga.
Kisah ini mengingatkan kita bahwa perawatan infrastruktur bukan hanya tugas pemerintah, tetapi juga tanggung jawab kita bersama. Sebuah langkah kecil untuk memperbaiki jalan yang rusak bisa menjadi langkah besar untuk menjaga keselamatan dan kenyamanan hidup.
Tim Liputan: M Fadil
Editor: Supriadi Buraerah